Cari Halaman / Postingan

 
Forum Koordinasi dan Konsultasi Hukum Internasional Di Lingkungan Kemenko Polhukam
  30 April 2019  

Jakarta, www.sthmahmpthm.ac.id – Dosen Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) “AHM-PTHM” Ditkumad Kolonel Chk Dr. Tiarsen Buaton, S.H., LL.M., ditunjuk sebagai Moderator Forum Koordinasi dan Konsultasi (FKK) Hukum Internasional tentang “Urgensi Peraturan Perlindungan Cagar Budaya” yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, bertempat di The Hills Hotel Batam, Jalan Teuku Umar No. 1 Nagoya Batam, Senin (29/4).

Yang melatarbelakangi adanya FKK Hukum Internasional menurut Asisten Deputi Koordinasi Hukum Internasional, Susi Arlian Indra Dewi, S.H., M.H., antara lain adanya Undang-undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Keppres Nomor 234 tahun 1966 tentang Pengesahan Konvensi untuk melindungi Kebudayaan dalam waktu Persengketaan Bersenjata 1954, Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Nomor 4 tahun 2015 tentang organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM.

Sebagai gambaran umum, Susi menjelaskan bahwa Bangsa Indonesia dianugerahi dengan berbagai warisan budaya yang ada di hampir seluruh wilayah Indonesia dan untuk menlindungi seluruh warisan budaya tersebut, Indonesia telah memiliki aturan hokum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap cagar budaya termasuk didalamnya warisan kebudayaan dan tempat-tempat yang memiliki nilai penting terhadap sejarah diantaranya Convention For The Protection Of Cultural Property in the Event or Armed Conflict, Den Haag 1954 yang diratifikasi dengan Keppres Nomor 234 tahun 1966 tentang Pengesahan Konvensi untuk melindungi Kebudayaan dalam waktu Persengketaan Bersenjata 1954 dan Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Selain itu, melihat pentingnya perlindungan cagar budaya pada masa konflik bersenjata, saat ini Indonesia belum memiliki aturan hukum nasional tentang perlindungan cagar budaya pada masa konflik bersenjata. Hal ini terlihat dimana Keppres Nomor 234 tahun 1966 sudah tidak substansional lagi dengan hirarki perundang-undangan. Undang-undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dalam pasal 10 menyatakan bahwa pengesahan perjanjian Internasional dilakukan dengan undang-undang apabila berkaitan dengan:…. (d) hak asasi manusia dan lingkungan hidup. Sehingga pada dasarnya perlindungan benda budaya merupakan bagian dari hak asasi manusia tepatnya untuk hak budaya warga Negara.

Dengan terselenggaranya forum ini, sasaran yang hendak dicapai menurut Susi adalah terciptanya pemahaman yang seragam dari K/L terkait dalam pemahaman bahwa Indonesia memiliki urgensi yang besar terkait keberadaan aturan hukum nasional mengenai perlindungan cagar budaya pada masa konflik bersenjata sehingga nilai warisan budaya tetap pada nilai terbaik walau di masa konflik. Susi juga menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya Forum ini. Dimana pelaksanaan forum ini dimaksudkan untuk mendapatkan beberapa masukan dalam usaha memberikan masukan bagi Pemerintah untuk urgensi peraturan perlindungan cagar budaya pada masa konflik bersenjata dengan tujuan sebagai bahan masukan/rekomendasi bagi pimpinan dalam mengambil kebijakan dalam rangka perlindungan cagar buaya pada mas konflik bersenjata. “Pungkas Susi”

Turut hadir dalam forum ini; Dir. Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Kemenkumham, Dir, HAM dan Kemanusiaan Kemlu, Wadirbabinkum, Brigjen TNI Dr. Wahyu Wibowo, S.H., M.H., ICRC, Wadirkumad Kolonel Chk Dr. I Made Kanthika, S.H., M.H., Dosen Ilmu Hukum Internasional, Kolonel Chk Dr. Tiarsen Buaton, S.H., LL.M. (Pamasis XXII/STHM)

Foto Kegiatan:



...