LEGALITAS TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA DI INDONESIA
Oleh:
Muhammad Tanthawi Jauhary (2339)
MAHASISWA SEKOLAH TINGGI HUKUM MILITER “AHM-PTHM”
ANGKATAN XXV
2021
LATAR BELAKANG
Salah seorang Sarjana G.Von Mayr yang melihat kejahatan sebagai fakta kemasyarakatan yang menggunakan ilmu statisktik untuk menemukan tingkat kejatan yang terjadi di masyarakat dimana ia menemukan bahwa dalam perkembanan antara tingkat pencurian dengan tingkat harga gandum terdapat kesejajaran (posistif). Tiap-tiap kenaikan harga gandung 5 sen dalam tahun 1835-1861 di Bayern, jumlah pencuri bertambah satu dari 100.000 penduduk.
Jika melihat pendapat tersebut diatas kebutuhan ekonomi tentunya sangat berpengaruh terhadap jumlah kriminalitas di masyarakat terlebih lagi bagi masyarakat dengan jumlah pendapatan yang rendah. Banyak cara yang dilakukan untuk bisa mendapatkan uang demi melangsungkan kehidupan mereka salah satunya dengan cara menjual organ tubuh seperti Ginjal ataupun hati. Hal ini bukan hanya didesak juga oleh faktor ekonomi tetapi juga karena harga satu Ginjal bisa mencapai Rp 2,5 Miliar dan untuk organ hati Rp. 14 Miliar.
Perkembangan transplantasi organ tubuh manusia saat ini semakin berkembang sangat cepat. Tidak hanya organ jantung manusia, namun berkembang ke cangkok ginjal, hati, dan beberapa organ lain termasuk jaringan tubuh manusia seperti jaringan otot ligamen maupun syaraf. Dengan didesak oleh faktor ekonomi dan jumlah uang yang menggiurkan, menimbulkan praktekt trnasplanatasi organ yang ilegal yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sehingga termasuk dalam jual beli organ tubuh. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan dibahas bagaimana transplantasi organ tersebut menjadi legal dan diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan sehingga tidak termasuk sebagai tindak Pidana Jual Beli Organ.
KETENTUAN MENGENAI TRANSPLANTASI ORGAN MANUSIA
Transplantasi organ merupakan salah satu cara untuk menyembuhkan penyakit tertentu dalam ilmu kedokteran. Dalam peraturan pemerintah nomor 53 tahun 2021 menyebutkan bahwa “Transplantasi adalah pemindahan organ dan jaringan dari pendonor ke resipien guna penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan resipien.” kemudian yang dimaksud dengan organ adalah “Organ adalah kelompok beberapa jaringan yang bekerja sama untuk melakukan fungsi tertentun dalam tubuh.” Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 38 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan transplantasi organ pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa “transplantasi organ adalah pemindahan organ dari pendonor ke resipien guna penyembuhan dan pemulihan masalah kesehatan resipien.”
Dalam melakukan transplantasi organ tentunya terdapat pendonor dan penerima (resipien). Pendonor pada Transplantasi Organ terdiri atas Pendonor hidup dan Pendonor mati batang otak/mati otak. Pendonor hidup merupakan pendonor yang ketika diambil organ tubuhnya pada saat yang bersangkutan masih hidup. Sedangkan Pendonor mati batang otak/mati otak merupakan Pendonor yang organ tubuhnya diambil pada saat yang bersangkutan telah dinyatakan mati batang otak/mati otak di rumah sakit, yang proses penentuannya harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Penentuan seorang yang mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten dimana dalam tim tersebut harus melibatkan dokter spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf. Untuk dokter yang terlibat dalam tranplantasi organ tubuh tidak diperbolehkan menjadi bagian dari tim dokter penentu seseorang mati batang otak. Dalam pemeriksaannya anggota tim melakukan pemeriksaan secara terpisah dan mandiri selain dari pada itu Diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif (Intensive Care Unit). Pendonor sendiri dapat berasal dari keluarga yang memiliki hubungan darah atau suami/istri atau pendonor yang tidak memiliki hubungan darah dengan Resipen (penerima donor).
Mengenai ketentuan pidana terhadap trasplantasi organ yang ilegal, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak mengatur mengenai kejahatan mengenai jual beli organ akan tetapi ketentuan mengenai larangan jual beli organ manusia dapat ditemukan pada peraturan khusunya yaitu mengenai kesehatan dimana pada pasal 64 undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa:
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Ketentuan pidana terkait pasal tersebut terdapat pada pasal 192 yang menetukan “ Setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)” .
Terkait pelaksanaan tranplantasi agar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mencegah terjadinya praktik jula beli organ dan jaringan tubuh pada pasal 9 sampai dengan pasal 22 PP 53 tahun 2021 tentang Tranplantasi organ dan jaringan tubuh yang pada pokoknya dilaksanakan melalui kegiatan:
- Pendaftaran
- Pemeriksaan kecocokan antara Resipien dan Pendonor
- Operasi Tranplantasi Organ dan penatalaksanaan pascaoperasi Transplantasi Organ.
Dikutip dari mereka.com pada tahun 2018, Reza Adiwilaga, putera mantan Wakil Bupati Sukabumi, Ahmad Jajuli berniat untuk menjual ginjalnya untuk membiayai pengobatan ibunda, Nita Suryati. Nita dirawat di RS Cahya Kawaluyaan, Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung. Kemudian pada tahun 2019, Seorang ibu paruh baya di Bojonggede, Bogor, nekat akan menjual ginjalnya demi kesembuhan suaminya yang menderita sakit parah. Saking membutuhkan uang, ia berkeliling dan menawarkan ginjalnya di pinggir jalan. Hal demikian merupakan segelintir penomena praktik jual beli organ tubuh yang dilarang sebagaimana tercantung dalam pasal 64 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
KESIMPULAN
Transplantasi adalah pemindahan organ dan jaringan dari pendonor ke resipien guna penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan resipien. Agar suatu Transpalantasi oragan tersebut legal, dilaksanakan melalui tahapan kegiatan :
- pendaftaran;
- pemeriksaan kecocokan Resipien-Pendonor; dan
- tindakan Transplantasi Organ dan pascatransplantasi Organ.
Pemidanaan mengenai Tranplantasi Ilega tidak di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)akan tetapi diatur dalam undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 64.
SARAN
Dalam pelaksanaan donor yang berasal dari orang lain yang bukan merupakan keluarga atau sedarah diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih teliti oleh pemerintah ataupun Tim yang dibuat khusus untuk melaksanakan veritifikasi terkait bahwa kejahatan mengenai penjualan organ manusia merupakan kejatan yang terorganisir dan melibatkan tenaga kesehatan dan lain sebagainya. selain dari pada itu diperlukan peran serta masyarakat untuk melaporkan jika mengatahui adanya tindakan yang condong kepada Jual Beli Organ dan juga peran pemerintah dalam memberikan sosialisasi mengenai ketentuan Tranplantasi Organ Tubuh kepada masyarakat umum. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir praktik Jual Beli Organ yang terjadi.