Jakarta, www.sthmahmpthm.ac.id – Pelaksana Harian Ketua Pusat Studi Hukum Militer (Plh Tua PSHM) Kolonel Chk Aziz Suharto, S.H., Selaku Inspektur Upacara memimpin jalanya Upacara Peringatan ke-89 Hari Sumpah Pemuda, bertempat di lapangan upacara STHM “AHM-PTHM” Ditkumad Jl. Matraman Raya No. 126 Jakarta Timur (28/10).
Dalam Amanatnya, Plh Tua PSHM membacakan amanat Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Imam Nahrawi, dimana Imam Nahrawi menyampaikan bahwa delapan puluh sembilan tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928, sebanyak 71 pemuda dari seluruh penjuru tanah air, berkumpul disebuah gedung di jalan Kramat Raya, daerah Kwitang Jakarta. Mereka mengikrarkan diri sebagai satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa yaitu, Indonesia. Sungguh, sebuah ikrar yang sangat monumental bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Ikrar ini nantinya, 17 tahun kemudian melahirkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945.
Selain itu, Imam juga menyampaikan bahwa Sumpah pemuda dibacakan di arena Kongres Pemuda ke-2, dihadiri oleh pemuda lintas suku, agama dan daerah. Jika kita membaca dokumen sejarah Kongres Pemuda ke-2, kita akan menemukan daftar panitia dan peserta kongres yang berasal dari pulau-pulau terjauh Indonesia. Secara imaginatif sulit rasanya membayangkan mereka dapat bertemu dengan mudah. Dari belahan barat Indonesia, terdapat nama Mohammad Yamin. Seorang pemuda kelahiran Sawah Lunto Sumatera Barat yang mewakili organisasi pemuda Sumatera, Jong Sumateranen Bond. Dari belahan Timur Indonesia, kita menemukan pemuda bernama Johannes Leimena, kelahiran Kota Ambon Maluku, mewakili organisasi pemuda Jong Ambon. Ada juga Katjasungkana dari Madura, ada juga Cornelis Lefrand Senduk, mewakili organisasi pemuda Sulawesi, Jong Celebes.
Pernahkan kita membayangkan bagaimana seorang Mohammad Yamin dari Sawah Lunto dapat bertemu dengan Johannes Leimena dari Ambon?, pernahkan kita membayangkan bagaimana seorang Katjasungkana dari Madura dapat bertemu dengan Lefrad Senduk dari Sulawesi? Bukan hanya bertemu, tapi mereka juga berdiskusi, bertukar pikiran, mematangkan gagasan hingga akhirnya bersepakat mengikatkan diri dalam komitmen ke-Indonesiaan.
Padahal, jarak antara Sawah Lunto dengan Kota Ambon, lebih dari 4.000 kilometer. Hampir sama dengan jarak antara Kota Jakarta ke Kota Sanghai di China. Sarana trasnportasi umum saat itu, masih mengandalkan laut. Dibutuhkan waktu berminggu-minggu untuk bisa sampai ke kota mereka. Alat komunikasipun masih terbatas, mengandalkan korespondensi melalui kantor pos. Hari ini surat dikirim, satu dua bulan kemudian, barulah sampai di alamat tujuan.
Belum lagi kalau kita berbicara tentang perbedaan agama dan bahasa. Mohammad Yamin beragama Islam berbahasa Melayu, Johannes Leimena beragama Protestan berbahasa Ambon. Begitupun dengan Katjasungkana, Lefrand Senduk, dan 71 pemuda peserta kongres lainnya. Mereka memiliki latar belakang agama, suku, bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda. Namun, fakta sejarah menunjukkan bahwa sekat dan batasan-batasan tersebut tidak menjadi halangan bagi para pemuda Indonesia untuk bersatu demi cita-cita besar Indonesia. Inilah yang kita sebut dengan; “Berani Bersatu”.
Diakhir amanatnya, Imam Nahrawi menyampaikan bahwa kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. Joko Widodo yang selama ini memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pembangunan kepemudaan Indonesia. Bulan Juli 2017 yang lalu, Bapak Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 66 tahun 2017 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan. Melalui Perpres ini, peta jalan kebangkitan Pemuda Indonesia terus kita gelorakan. Bersama pemerintah daerah, organisasi kepemudaan dan sektor swasta, kita bergandengan tangan, bergotong royong melanjutkan api semangat Sumpah Pemuda 1928.
Turut hadir dalam Upacara, Para Pejabat STHM “AHM-PTHM” Ditkumad, Para Pa, Ba, Ta dan PNS STHM serta para Pamasis STHM “AHM-PTHM” Ditkumad. (Pamasis XXII/STHM “AHM-PTHM”)