Jakarta, sthmahmpthm.ac.id Tentara Nasional Indonesia (TNI), sebagai organisasi kelembagaan negara diberikan tugas khusus, yaitu tugas mempertahankan negara, dengan menggunakan kekuatan bersenjata, dan berfungsi sebagai:
- Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;
- Penindak terhadap setiap bentuk ancaman; dan
- Pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.
Tugas yang berat sebagai kekuatan bersenjata negara untuk menjaga kedaulatan negara, bagi Angkatan Bersenjata, diperlukan hukum yang bersifat khusus. Hukum yang bersifat khusus bagi militer antara lain adalah hukum pidana militer. Hukum pidana militer diperlukan di samping hukum pidana umum, bagi militer, berhubungan dengan kekhususan-kekhususan yang terdapat dalam kehidupan para anggota militer.
Hukum pidana yang bersifat khusus, yang berlaku bagi militer Indonesia dimaksud adalah hukum pidana militer yang berlaku sejak awal kemerdekaan hingga saat ini, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer, yang merupakan peninggalan pemerintah kolonial Belanda sebagaimana juga Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer adalah terjemahan dari Wetboek van Militair Strafrecht voor Nederlandsch Indie,4 yang kemudian dirubah menjadi Wetboek van Militair Strafrecht.
Pernyataan berlakunya suatu norma hukum, terlebih norma hukum yang berasal dari sistem hukum kolonial dan akan diterapkan ke dalam Negara Indonesia yang telah merdeka, para pendiri bangsa telah menempuh jalan yang sangat bijaksana. Pada awal kemerdekaan, para pemimpin bangsa Indonesia dengan semangat nasionalnya, telah mencoba membangun hukum Indonesia dengan sedapat-dapatnya melepaskan diri dari ide hukum kolonial, yang ternyata tidak mudah. Pada waktu itu, para pemimpin Republik Indonesia perhatiannya banyak tersita untuk upaya-upaya merealisasi kesatuan dan persatuan nasional, dan sedikit banyak mengabaikan inovasi- inovasi pranata dan kelembagaan masyarakat dan negara. Maka, ketika dihadapkan pada persoalan dan realita yang ada, para elit Republik cenderung untuk mencari pemecahan dengan memberlakukan hukum warisan pemerintah colonial. Pemberlakuan hukum warisan pemerintah kolonial, termasuk pemberlakuan hukum pidana militer, tidak cukup hanya didasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, tetapi harus didasarkan pada suatu norma undang-undang yang menyatakan pemberlakuannya dan sekaligus menyatakan secara tegas hal-hal mana saja yang tidak berlaku.
Itulah sekilas tentang latar belakang dilakukannya penelitian dosen STHM “AHM-PTHM” yang dalam hal ini oleh Dr. Agustinus Purnomo Hadi, S.H., M.H. tentang Pidana Bersyarat dengan judul: ”PENERAPAN SANKSI PIDANA BERSYARAT DALAM PRAKTEK PERADILAN MILITER” oleh . Untuk lebih lengkapnya silahkan untuk dibaca artikel yang dibawah ini.